http://bandungpedal.blogspot.co.id/

http://bandungpedal.blogspot.co.id/

Rabu, 04 Juli 2018

Ngaprak Kamojang, Menjejal trek cibentang



Pintu masuk trek Cibentang, berada di kawasan PLTU Kamojang

Trek Cibentang sebetulnya sudah lama eksis, dan menjadi trek favorit goweser di Bandung selatan (majalaya, ciparay). Bukan hanya goweser, motor trail juga. Untuk goweser yang tinggal di sekitar kota bandung, trek ini terdengar asing, apalagi untuk goweser yang baru menekuni olah raga sepeda all mountain dalam 3 tahun terakhir. Iseng-iseng buka google, searching keyword “cibentang”, yang muncul adalah cibentang bogor. Jadi sepertinya cibentang adalah nama trek bukan nama suatu tempat yang start-nya dari kawah kamojang dan finish di majalaya. Saya sendiri tahu trek cibentang berasal dari anggota kukurusukan yang berada di grup WA, dimana beberapa orang anggota kukurukan sempet gowes bareng ATOM menjajal trek ini, dan sangat merekomendasikan trek ini terutama buat pecinta turunan.
Awalnya secara spontan Kang Jae mengusulkan untuk menjejal trek ini pada hari sabtu, 30 Juni 2018 dengan cara di loading sampai kawah kamojang. Namun kurangnya peminat dikarekan banyak yang bentrok dengan kegiatan lain akhirnya di batalkan, akhirnya saya dan kang jae memutuskan di grup untuk mencoba menjejal trek cibentang dalam kondisi Buta trek, tidak ada marshal, dan yang paling ekstrim adalah di kawah kamojangnya di gowes donk haha… nekad pisan.
Gowes ke kamojang adalah kali ke-2 buat saya, namun dulu dari jembatan monteng – PLTU kamojang di loading dan tidak sempat untuk naik ke kawah-nya. Sebetulnya saya sudah berfikir terlalu jauh, duh nyampe kawah jam berapa?? Belum nyari trek-nya, belum gowes dari majalaya ke rumah?? Namun kang Jae selalu memberikan motivasi buat dijalankan aja dulu, jangan banyak mikir yang tidak-tidak.

Salah satu spot di sepanjang trek Cibentang

Sabtu, 30 Juni 2018
Start dari rumah jam 5:20, meluncur gowes ke majalaya dengan tikum jalan baru tentunya via sapan. Saya dan kang jae janjian disana. Waktu perjalanan di tempuh kurang lebih 1 jam 50 menit, dari rumah menuju majalaya. Harusnya sih bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam, tapi mengingat perut kosong dan kondisi udara bandung dalam 2 minggu terakhir ini sangat dingin, akhirnya saya mampir dulu beli surabi 2 biji, gowes dambil makan haha. Belum lagi godaan sawah di sapan yang terlihat syahdu di pagi hari, membuat saya berhenti sejenak untuk mengabadikan lewat jepretan camera. Sampai di tikum Alfamart jalan baru jam 7:10 ternyata kang jae sudah sampai duluan dari 20 menit yang lalu. Namun kami tidak buru-buru langsung cabut gowes, kami sarapan dulu kupat tahu singaparna depan alfamart sebagai sarapan pagi.

Suasana pagi hari yang syahdu di Sapan

 Tepat jam 7:30 kami start gowes dari majalaya menuju ke kawah kamojang. Adapun jarak yang akan ditempuh kurang lebih 18km. kami mengambil rute menuju Ibun paseh, dari tikum masuk ke jalan Ibun trek masih relatif datar kurang lebih 6km. dari majalaya sampai warung bandrek ibun, kami disuguhi trek datar aspal kemudian jalan menanjak tapi tanjakan masih relatif sopan, setelahnya siap-siap dengan tanjakan sadis yang bisa membuat dengkul berasap haha. Secara garis besar majalaya – kamojang  ini ada 3 tanjakan sadis. Tanjakan pertama adalah tanjakan panjang ibun, tanjakan terletak tepat setelah warung bandrek Ibun. Biasanaya warung bandrek menjadi pemberhentian pertama goweser sebelum lanjut ke monteng. karakter tanjakannya mirip dengan tanjakan panjang seperti palintang dan tanjakan putus asa warban.  Tanjakannya lurus, setelah sampai ujung tanjakan kemudian belok dan masih nanjak lagi.
Tanjakan Patrol
Kang Jae berhasil melewati tanjakan Patrol

Tanjakan kedua adalah tanjakan patrol. tanjakanya meliuk, beberapa goweser menyarankan untuk mengambil jalur sebelah kanan, untuk mengurangi efek dari tanjakan ini, namun saya tidak merekomendasikan mengingat curamnya tanjakan ini takut jika ada kendaraan yang melintas berlawanan di sebelah kanan. Kiri tetap paling aman. Bisa dibilang tanjakan patrol ini merupakan tanjakan pemanasan sebelum bertemu dengan tanjakan monteng yang legendaris dikalangan para goweser. Setelah melewati tanjakan kedua, kiri – kanan mulai terlihat deretan bukit dan ladang, bahkan juga terlihat jembatan kuning yang menjadi ikon di kamojang ini dari kejauhan. Artinya jaraknya menuju jembatan kuning sudah tidak terlalu jauh, namun harus bersiap dengan tanjakan terakhir.

Dari warung tempat istirahat terlihat penampakan Jembatan Monteng

Tanjakan ke-3 adalah tanjakan monteng yang legendaris sekaligus tanjakan yang paling biadab. Posisi tanjakan, tepat sebelum jembatan kuning. Hamper sama dengan tanjakan patrol yang meliuk, namun tanjakan monteng ini lebih panjang dan lebih curam. Tahun lalu pertama kami ke monteng bisa dibilang gagal karena harus turun dari sepeda di pertengahan tanjakan, namun sekarang Alhamdulillah sudah bisa melewatinya tanpa turun dari sepeda. Sampai di dekat jembatan kuning kami memutuskan istirahat, sekedar untuk buang air di toilet masjid terdekat dan juga meneguk segelas the manis hangat. Dari majalaya sampai ke jembatan kuning menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam, kami sampai di jembatan kuning jam 9.

Jembatan Monteng yang Ikonik
Sekitar 15 menit istirahat di warung dekat jembatan kuning, perjalanan dilanjutkan kembali. Setelah melewati jembatan kuning terlihat tanjakan landai. Disini ilusi optik terjadi, tanjakan yang sepertinya sepertinya landai justru berbanding terbalik dengan kondisi kami ketika mengayuh pedal.

Jalanan terlihat landai, namun marka jalan berwarna kuning berkata sebaliknya
 Pedal terasa sangart berat, gear pun berada paling rendah atau ringan. Tetapi kayuhan tetap masih tetap berat. Kendaraan yang melaju pun terlihat ngeden, artinya memang kondisi tanjakannya curam, hanya saja ilusi optic yang membuat tanjakan disini terlihat landai.

2,5 Km yang melelahkan

Jarak dari jembatan kuning ke PLTU Kamojang hanya sekitar 2,5 namun kami menghabiskan waktu perjalanan lebih dari 1,5 jam. Mungkin efek kelelahan dari mengayuh pedal di tanjakan monteng sebelumnya. Sampai di PLTU jam 11 Siang, kami memutuskan untuk mengisi perut dulu, warung bebek bakar kamojang jadi pilihan kami. Bebek bakar + sambel + lalapan ditambah petey (pete) goreng menjadi menu makan siang kami. Sekalian untuk menunaikan ibadah sholat dzuhur.

Bahan bakar kita, menu bebek bakar
Sambal dan lalabnya Pecahh...!!!!!
Menu bebek bakar menjadi bahan bakar kami untuk terus mengayuh pedal, menuju ke kawah kamojang.
Perjalanan menuju kawah

Dari PLTU ke kawah kamojang di tempuh dengan jarak 1,5km atau kurang lebih setengah jam gowes, dengan kondisi nanjak menyusuri pipa gas.

Garut atau Bandung, sudah perbatasan ini
Pintu masuk kawah: HTM 7K saja

Sampai di kawah jam 1, sempat berbincang dengan penjaga pintu masuk mengenai trek cibentang. Kami pun diberi sedikit petunjuk, bahwa trek berada di sebelah kiri (masuk single trek) sebelum kawah manuk.

Kawah Manuk

Am I cool...???
Komandan Jae terlihat KEREN...!!!!

Kami habiskan waktu sejenak untuk berfoto, makan roti bakar yang dibawa kang jae, dan yang pasti menikmati keindahan di sekitar kawah. Ketika istirahat, terdengar suara gerungan motor trail, mungkin ada sekitar 30 lebih motor masuk ke suatu trek. Kami ambil kesimpulan bahwa jalur tersebutlah yang merupakan jalur trek cibentang, sesuai dengan petunjuk dari penjaga pintu masuk.
Selesai istirahat, setelah tidak terdengar raungan motor trail, kami lanjutkan perjalanan memasuki single trek yang berupa hutan. Kurang lebih 5 menit kami mengayuh pedal, ternyata kami tembus ke jalanan aspal yang merupakan jalanan dari kawasan PLTU kamojang. Agak ragu sih, tapi kami lihat jejak ban motor trail lewat ke sini. Dari jalanan aspal kawasan PLTU, sepedah kami kayuh terus dengan kondisi jalan menanjak, menyusuri pipa gas PLTU yang terletak di sebelah kanan kami.

Penampakan PLTU Kamojang, Ujung jalan aspal sekaligus pintu masuk trek Cibentang

Sampai akhirnya kami sampai di ujung kawasan PLTU, terdapat tanda kawasan berbahaya, jadi sepertinya kawasan ini bukanlah kawasan umum. Namun tidak ada petugas yang berjaga di kawasan ini maupun di sepanjang jalan pipa gas yang kami lalui tadi. Di ujung jalan PLTU terdapat jalan setapak (single trek), akhirnya kami memutuskan untuk melewatinya, sepetinya ini yang dimaksud dengan trek cibentang.

You must try this track...!!! Ajibbb... trek pasir vulkaniknya mantab, dikelilingi vegetasi rimbun dan turunan yang meliuk-liuk
Melewati sedikit jalur air
Ada turunan terjalnya juga... Ngeper, turun TTB aja
Sumpah disini view nya Juara!!!!

Sepanjang trek ini jalan terus menurun, dengan kondisi jalan dipenuhi dengan pasir vulkanik sehingga apabila hujan dapat dipastikan ban tidak akan menjadi donat. Kurang lebih setengah jam kami menikmati trek ini, kondisi trek yang belum pernah saya sebelumnya. Sampai akhirnya kami sampai di suatu padang luas, dimana tidak terdapat pepohonan hanya rumput ilalang yang terlihat. Dari sini, majalaya dapat terlihat. Bertemu dengan salah seorang warga, sedikit berbincang mengenai jalan keluar dari trek ini. Tidak banyak persimpangan, kita hanya harus mengikuti trek ini. Lelah kami terbayar, lelah-lelah menapaki tanjakan-tanjakan curam selama perjalanan terbayar dengan kenikmatan menjajal trek pasir vulkanik ini serta pemandangan yang menakjubkan.

Meet up dengan penduduk lokal
Love this track
Masih On the track!!!!

Selepas trek pasir vulkanik, masuk ke jalan makadam. Di ujung jalan terdapat pertigaan, kami memutuskan belok kanan mengikuti jejak ban motor. Namun ternyata rute yang kami pilih ini jalannya semakin makadam.

Salah jalan, malah dominan makadam dengan kondisi batu-batu lepas

Sepertinya kami keliru mengambil rute, tidak seperti yang diceritakan oleh kang ule kukurusukan. Di ujung jalan makam ini, kami cukup kaget ternyata rute yang kami lalui tembus ke Dano Leles. Rute makadam yang pernah kami lalui ketika gowes ke curug ciharus. Dari persimpangan Dano, kami masih harus melewati jalan berbatu parah, dulu kami harus TTB melewatinya karena kondisinya menanjak, sekarang kebalikannya menurun. Alhamdulillah gak banyak TTB, namun kehati-hatian tetap menjadi prioritas bagi kami. Setelah setengah jam melewati jalan makadam dari Dano, tiba kami di jalan aspal mulus.

Puncak Dano perbatasan Leles dan Kabupaten Bandung
Dari sini kami meluncur menuju majalaya dan sampai di majalaya jam 3 sore. Waktunya Sholat Ashar, kami memutuskan untuk berhenti, beristirahat dan menunaikan ibadah terlebih dulu. Sekitar jam 4, perjalanan kami lanjutkan untuk pulang. 2 jam perjalanan menyusuri sapan – gedebage – ujung berung. Kami berpisah di ujung berung, kang jae melajutkan perjalanan ke rumahnya di green valley ujung berung, sedangkan saya melanjutkan pulang ke arah cicaheum. Sampai rumah jam 6, Alhamdulillah perjalanan lancar dan selamat.

Pelajaran yang diambil, yakin dengan tujuan, selalu berfikir positif dan jangan takut untuk mencoba...
Setidaknya jadi pengalaman untuk gowes selanjutnya :) 

Jumat, 22 Juni 2018

Gowes Syawalan, Jejal trek Oray Tapa - Puncak Bintang via Curug Sentak Dulang dan Hutan Arcamanik




Rabu, 20 Juni 2018 adalah hari terakhir libur lebaran. Sayang kalo gak dipake buat gowes. Kalo tahun kemarin diakhir libur lebaran ke bukit teletubbies, maka libur kali ini saya putuskan untuk gowes ke curug sentak dulang dan finish di oray tapa. Start dari rumah jam 8, gowes terus sampe sukamiskin belok ke atas ke arah pasir impun. Terakhir gowes ke sini yaitu pada saat awal-awal punya sepeda sekitar 1,5 tahun yang lalu dengan kondisi ripuh. Dari pasir impun bawah sampai pasir impun atas melewati beberapa perumahan seperti bandung city view, perumahan melati, dll. Tanjakan pun masih relatif sopan. Tengok kiri-kanan, kondisi jalanan masih sama belum ada perubahan yang berarti. Sampai di pasir impun atas, di sekitar lapangan gak sengaja nengok ke sebelah kiri ada pohon bagus pas backgroundnya langit biru yang cerah, mampir dulu buat ambil dokumentasi.
 

the tree looks amazing

Sepertinya lahan kosong ini bakal jadi perumahan


Setelah  melewati pasir impun atas, kemudian masuk ke jalan babakan. Di jalan babakan sebelum curug batu templek terdapat tanjakan yang cukup panjang. Lumayan menguras tenaga, karakternya mirip dengan tanjakan panjang palintang. 

 
Penampakan tanjakan panjang

Selang 200 meter dari tanjakan tersebut sampai di kawasan pintu masuk curug batu templek. Skip… karena memang tujuannya bukan ke curug batu templek.
 
Curug templek dari atas

Dari curug batu templek, tanjakan demi tanjakan curam mulai menghadang dan tenggorokan pun mulai kering. Sampai di kawasan makam abdul tengger, ada  tukang cendol lagi nongkrong, akhirnya saya putuskan untuk istirahat dan minum cendol. Setelah istirahat sebentar, perjalanan saya lanjutkan lagi, sampai akhirnya sampai di pertigaan jalan sentak dulang. Lurus atau belok kanan sama2 menuju oray tapa. Kalo mengambil jalan lurus, jarak relatif lebih dekat dengan kondisi jalan nanjak terus, sedangkan kalo belok ke kanan, jalan agak memutar dengan kondisi naik turun. Saya putuskan untuk belok kanan, karena tujuan saya adalah mampir di curug sendak dulang. Dulu dari pertigaan menuju curug sentak dulang jalannya makadam, sekarang sudah aspal mulus. Jarak dari pertigaan ke curug sentak dulang sekitar 300 meter.


Penampakan Curug Sentak Dulang dari jauh

Sampai di curug sentak dulang, saya coba mampir dan ambil dokumentasi. Debit airnya kecil karena musim kemarau, tetapi jernih. Bisa dibilang curug sentak dulang merupakan satu rangkaian aliran dengan curug batu templek. Kawasan ini juga sama seperti kawasan batu templek dimana kawasan ini menjadi area penambangan batu alam templek. Sampai di curug sentak dulang sekitar pukul 10 pagi, matahari sangat terik sehingga sangat menyulitkan saya untuk mengambil foto background curug dengan mode long exposure. 

ada 3 tingkat curug sentak dulang, ini tingkat 2

Kurang lebih saya 1 jam saya habiskan di tempat ini untuk sekedar foto, main air dan menikmati keindahan kawasan curug sentak dulang. Deretan batu templek berdiri gagah mengelilingi setengah kawasan curug. Cuaca panas berbanding kontras dengan dinginnya air di curug ini.

Airnya jernih dan dingin, berbanding terbalik dengan cuaca yang sedang terik

Dari curug sentak dulang perjalanan menuju oray tapa saya lanjutkan via jalan cikored, seperti dijelaskan tadi bahwa jalan ke sini konturnya naik turun. Sampai ketemu jalan arcamanik, dari sini sudah tidak akan menemui turunan lagi, jalan terus nanjak, tapi bisa dibilang tanjakan sudah mulai sopan. Sampai di warung willy, bandung terlihat jelas dari sini. 

Pemandangan di sekitar curug

Perjalanan saya lanjutkan di tengah teriknya matahari. Sampai akhirnya terlihat deretan pohon cemara menjulang tinggi, yang menandakan Oray Tapa sudah dekat. Sampai di pertigaan, oray tapa lurus terus dan kondisi jalan makadam. Sampai di oray tapa hampir jam 12, Alhamdulillah untung warung buka dan tanpa nunggu lama langsung pesen indomie pake telor, segelas kopi ABC dan 2 botol Aqua.  Kesan saya terhadap Oray Tapa adalah tidak terawat. Di pintu masuk terdapat tulisan tiket masuk, namun tidak ada penjaga-nya. Bukan karena libur lebaran, tapi terakhir kesini juga tidak ada penjaganya. Bedanya waktu itu hanya numpang lewat, sekarang saya coba untuk masuk kawasan oray tapa. Ngobrol sama ibu warung, kata beliau dulu di oray tapa terdapat situ, namun sekarang keberadaan situ ini sudah lenyap tertutup rawa karena memang tidak terawat. Dulu kalo weekend banyak sepeda yang datang, sekarang sudah jarang. Selesai  makan indomie dan ngopi saya putuskan untuk masuk ke kawasan Oray Tapa, tujuannya adalah tugu yang terdapat di oray tapa. 

Trek menuju Tugu Infanteri Oray Tapa
Masuk kawasan terdapat persimpangan, papan penunjuk arah menunjukan lokasi tugu ke sebelah kanan, sedangkan kiri merupakan jalur offroad. Masuk jalur kanan, tidak lam berselang ketemu 4 persimpangan, bingung juga gak ada papan petunjuk arah. Saya ambil jalan ke kanan lagi, eh malah ketemu persimpangan lagi, sampai akhirnya saya Cuma muter – muter disitu. Daripada nyasar akhirnya saya putuskan kembali dan bertanya ke Ibu warung. Kata beliau jalan kearah tugu lurus terus, ngurusuk terus. Saya coba sekali lagi karena penasaran, dari persimpangan ambil jalur kanan, kemudian di 4 persimpagan ambil yang tengah lurus terus sampai akhirnya nemu jalan kecil. Saya masuk jalan kecil tersebut, kondisi kontur jalan hancur membuat saya tidak yakin bahwa ini jalan yang benar. Masuk terus semakin dalam ke dalam hutan, perasaan was was takut nyasar di dalam hutan. Bagaimanapun kawasan gunung palasari dikenal cukup mengerikan buat di eksplore sendiri, pasalnya di pintu masuk ada tulisan jalur pendakian semetara ditutup. Selama menyusuri jalan setapak, pandangan saya arahkan jauh kedepan, tapi kok tidak ada tanda-tanda keliatan tanah lapang. Informasi dari berbagai sumber di blog, tugu tersebut letaknya di sebuah tanah lapang, yang sekelilingnya tidak ada pohon sehingga kota bandung terlihat jelas dari situ. Antara yakin dan tidak yakin untuk kembali, saya coba terus susuri jalan tersebut sampai akhirnya terlihat ilalang-ilalang. Disitu saya optimis bahwa ini jalan yang benar. Setelah menusuri hutan sekitar 20 menit akhirnya saya sampai di tugu. Hanya tugu ya.. hanya tugu dikelilingi pohon tidak ada yang lain. Setidaknya saya sudah pernah menginjakan kaki di tempat ini.

Tugu Infanteri Oray Tapa

 
View di sekitar tugu infanteri
Tidak ada yang istimewa di tempat ini, saya putuskan kembali ke warung. Dari warung di Oray Tapa perjalanan saya lanjutkan menuju Cartil via hutan arcamanik. Meneruskan jejak-jejak perjalanan dulu yang belum kesampaian ke Hutan Arcamanik. Menurut informasi dari Ibu warung, jalan menuju cartil akan melewati hutan bambu kemungkinan yang di maksud Ibu warung adalah hutan arcamanik. I’m so exited… Prediksi saya kemungkinan kalo saya menyusuri jalan ini saya akan keluar di persimpangan ke arah Puncak Bintang dan JSPD. Next time kalo saya ke Oray Tapa lagi kemungkinan akan nyoba jalur offroad yang tembus di Legok Nyenang dan Palintang. 

Halodo, tapi masih banyak leutak

Perjalanan saya lanjutkan menuju puncak bintang, dari sini jangan harap nemu jalan mulus yang ada jalan full makadam batu dan tanah. Sesekali sepeda saya tuntun karena beratnya medan. Ketika gowes sendiri safety yang paling utama, karena kalo ada apa-apa seperti jatuh, gak ada yang nolong. Jadi harus ekstra hati-hati, gak yakin tuntun aja sepedanya toh gak ada yang liat.. haha. Walaupun daerah ini sudah lama gak turun hujan namun leutak cukup banyak pas masuk ke jalan tanah ketika akan memasuki hutan. Gak kebayang lewat sini pas musim penghujan, pasti bobolokot ku taneuh. 

Kawasan hutan bamboo Arcamanik

Panas terik seketika hilang pas masuk hutan bamboo. Terlihat papan informasi bahwa saya sudah memasuki kawasan hutan arcamanik. Jujur sih saya cukup merinding pas masuk kesini, hawa dinginya beda, padahal tadi di Oray tapa juga hutan. entah kenapa ketika masuk ke hutan bamboo ini agak merinding. Cuman bisa baca bismillah, karena tujuannya cuman lewat dan ambil sedikit dokumentasi. 

Hutan Bamboo Arcamanik
Gak lama di hutan bamboo ini, perjalanan saya lanjutkan. Dari oray tapa ke puncak bintang ini jalan relative nanjak. Setelah melewati hutan bamboo ketemulah persimpangan, untung ada motor lewat saya tanyakan arah cartil mana? Dia bilang kalo ke cartil ambil jalan turun ke kiri. 

Penampakan Gunung Manglayang

Saya ikuti namun ada yang aneh, ini tidak seperti yang saya prediksi. Setelah turun malah masuk ke perkampungan. Jauh memandang ke sebelah kiri, kok sepertinya JSPD ada di sebrang. Akhirnya saya putuskan untuk kembali naik ke atas persimpangan tadi. Ambil jalan naik ke lurus, dari sini jalannya single trek, gak yakin sih sebenarnya, mudah mudahan gak keluar di Batu lonceng haha. Perjalanan saya lanjutkan, legokan-legokan lumbur banyak saya temukan di jalur ini, sampai akhirnya saya ketemu sekumpulan orang nekad yang pake motor matic lewat jalan ini. 

Matic rasa trail
 
Antara salut dan Nekad
Legokan-legokan leutak tidak memungkinan motor-motor matic itu untuk jalan, yang mengakibatkan motor harus di evakuasi diangkat satu-satu. Keren, salut buat kenekatannya. 
Jalan ke Puncak Bintang


Legokannya setinggi sepeda

Sesuai prediksi bahwa saya keluar di dermaga bintang sebelah timur atau persimpangan puncak bintang dan JSPD. Sempat terikir untuk lewat JSPD, namun saya skip, saya lanjutkan jalan normal cartil-padasuka. 
Turun dari puncak bintang nengok kanan ada yang menarik perhatian. Warung baru dengan view pemandangan yang bagus sepertinya dan cukup ramai, saya putuskan untuk mampir. 

Pemberhentian terakhir Warung de Pinus

Parkir sepeda ambil foto, duduk terus minta daftar menu. Liat menunya gak ada yang istimewa. Akhirnya saya pesen dawegan dan bakmi. Ini namanya warung de pinus, mirip seperti warung daweung, namun yang membedakan dari warung de pinus, selain kota bandung 180 derajat  kita bisa melihat gunung palasari dengan jelas dan gunung manglayang di baliknya. Untuk nongkrong enak banget tempatnya. Untuk makanan, sepertinya masih belum siap, saya pesen bakmi, ekspektasi seperti mie godog jogja yang di dapet malah bakmi instan (sejenis bakmi mewah sachet-an haha). Curiga kalo pesen ramen yang datang Nissin gekigara. Pesen dawegan cuman bisa diminum airnya aja, kelapanya gak bisa dimakan soalnya lubangnya cuman bisa buat sedotan duh euy… mudah-mudahan ada perbaikan dari segi makanan, sayang tempatnya keren padahal. Warung de pinus menjadi tempat persinggahan terakhir dalam perjalanan gowes syawalan kali ini. Dari sini hanya tinggal meluncur turun keluar di padasuka. Saya sendiri sampai rumah kurang lebih jam 3. 3 tahun gowes mengajarkan saya bahwa bandung belum habis untuk di eksplore, artapela masih jadi PR. Mungkin dalam waktu dekat saya ingin coba eksplore trek Palasari yang konon ada 9 trek, jadi masih banyak PR nya haha. 















Ngaprak Kamojang, Menjejal trek cibentang

Pintu masuk trek Cibentang, berada di kawasan PLTU Kamojang Trek Cibentang sebetulnya sudah lama eksis, dan menjadi trek favorit g...