Rabu, 20 Juni 2018 adalah hari
terakhir libur lebaran. Sayang kalo gak dipake buat gowes. Kalo tahun kemarin
diakhir libur lebaran ke bukit teletubbies, maka libur kali ini saya putuskan
untuk gowes ke curug sentak dulang dan finish di oray tapa. Start dari rumah
jam 8, gowes terus sampe sukamiskin belok ke atas ke arah pasir impun. Terakhir
gowes ke sini yaitu pada saat awal-awal punya sepeda sekitar 1,5 tahun yang
lalu dengan kondisi ripuh. Dari pasir impun bawah sampai pasir impun atas melewati
beberapa perumahan seperti bandung city view, perumahan melati, dll. Tanjakan pun masih relatif sopan. Tengok
kiri-kanan, kondisi jalanan masih sama belum ada perubahan yang berarti. Sampai
di pasir impun atas, di sekitar lapangan gak sengaja nengok ke sebelah kiri ada
pohon bagus pas backgroundnya langit biru yang cerah, mampir dulu buat ambil dokumentasi.
 |
the tree looks amazing |
 |
Sepertinya lahan kosong ini bakal jadi perumahan |
|
Setelah melewati pasir impun atas, kemudian masuk ke
jalan babakan. Di jalan babakan sebelum curug batu templek terdapat tanjakan yang cukup panjang.
Lumayan menguras tenaga, karakternya mirip dengan tanjakan panjang palintang.
 |
Penampakan tanjakan panjang |
Selang 200 meter dari tanjakan tersebut sampai di kawasan pintu masuk curug
batu templek. Skip… karena memang tujuannya bukan ke curug batu templek.
 |
Curug templek dari atas |
Dari
curug batu templek, tanjakan demi tanjakan curam mulai menghadang dan
tenggorokan pun mulai kering. Sampai di kawasan makam abdul tengger, ada
tukang cendol lagi nongkrong, akhirnya saya putuskan untuk istirahat dan minum cendol.
Setelah istirahat sebentar, perjalanan saya lanjutkan lagi, sampai akhirnya sampai di pertigaan jalan
sentak dulang. Lurus atau belok kanan sama2 menuju oray tapa. Kalo mengambil
jalan lurus, jarak relatif lebih dekat dengan kondisi jalan nanjak terus,
sedangkan kalo belok ke kanan, jalan agak memutar dengan kondisi naik turun.
Saya putuskan untuk belok kanan, karena tujuan saya adalah mampir di curug
sendak dulang. Dulu dari pertigaan menuju curug sentak dulang jalannya makadam,
sekarang sudah aspal mulus. Jarak dari pertigaan ke curug sentak dulang sekitar
300 meter.
 |
Penampakan Curug Sentak Dulang dari jauh |
Sampai di curug sentak dulang,
saya coba mampir dan ambil dokumentasi. Debit airnya kecil karena musim
kemarau, tetapi jernih. Bisa dibilang curug sentak dulang merupakan satu
rangkaian aliran dengan curug batu templek. Kawasan ini juga sama seperti
kawasan batu templek dimana kawasan ini menjadi area penambangan batu alam
templek. Sampai di curug sentak dulang sekitar pukul 10 pagi, matahari sangat
terik sehingga sangat menyulitkan saya untuk mengambil foto background curug
dengan mode long exposure.
 |
ada 3 tingkat curug sentak dulang, ini tingkat 2 |
Kurang lebih saya 1 jam saya habiskan di tempat ini
untuk sekedar foto, main air dan menikmati keindahan kawasan curug sentak
dulang. Deretan batu templek berdiri gagah mengelilingi setengah kawasan curug.
Cuaca panas berbanding kontras dengan dinginnya air di curug ini.
 |
Airnya jernih dan dingin, berbanding terbalik dengan cuaca yang sedang terik |
Dari curug sentak dulang
perjalanan menuju oray tapa saya lanjutkan via jalan cikored, seperti
dijelaskan tadi bahwa jalan ke sini konturnya naik turun. Sampai ketemu jalan
arcamanik, dari sini sudah tidak akan menemui turunan lagi, jalan terus nanjak,
tapi bisa dibilang tanjakan sudah mulai sopan. Sampai di warung willy, bandung
terlihat jelas dari sini.
 |
Pemandangan di sekitar curug |
Perjalanan saya lanjutkan di tengah teriknya
matahari. Sampai akhirnya terlihat deretan pohon cemara menjulang tinggi, yang
menandakan Oray Tapa sudah dekat. Sampai di pertigaan, oray tapa lurus terus
dan kondisi jalan makadam. Sampai di oray tapa hampir jam 12, Alhamdulillah
untung warung buka dan tanpa nunggu lama langsung pesen indomie pake telor,
segelas kopi ABC dan 2 botol Aqua. Kesan
saya terhadap Oray Tapa adalah tidak terawat. Di pintu masuk terdapat tulisan
tiket masuk, namun tidak ada penjaga-nya. Bukan karena libur lebaran, tapi
terakhir kesini juga tidak ada penjaganya. Bedanya waktu itu hanya numpang
lewat, sekarang saya coba untuk masuk kawasan oray tapa. Ngobrol sama ibu
warung, kata beliau dulu di oray tapa terdapat situ, namun sekarang keberadaan situ ini
sudah lenyap tertutup rawa karena memang tidak terawat. Dulu kalo weekend
banyak sepeda yang datang, sekarang sudah jarang. Selesai makan indomie dan ngopi saya putuskan untuk
masuk ke kawasan Oray Tapa, tujuannya adalah tugu yang terdapat di oray tapa.
 |
Trek menuju Tugu Infanteri Oray Tapa |
Masuk
kawasan terdapat persimpangan, papan penunjuk arah menunjukan lokasi tugu ke
sebelah kanan, sedangkan kiri merupakan jalur offroad. Masuk jalur kanan, tidak
lam berselang ketemu 4 persimpangan, bingung juga gak ada papan petunjuk arah. Saya
ambil jalan ke kanan lagi, eh malah ketemu persimpangan lagi, sampai akhirnya
saya Cuma muter – muter disitu. Daripada nyasar akhirnya saya putuskan kembali dan bertanya ke
Ibu warung. Kata beliau jalan kearah tugu lurus terus, ngurusuk terus. Saya coba
sekali lagi karena penasaran, dari persimpangan ambil jalur kanan, kemudian di 4 persimpagan ambil yang tengah lurus terus sampai akhirnya nemu jalan kecil.
Saya masuk jalan kecil tersebut, kondisi kontur jalan hancur membuat saya tidak
yakin bahwa ini jalan yang benar. Masuk terus semakin dalam ke dalam hutan,
perasaan was was takut nyasar di dalam hutan. Bagaimanapun kawasan gunung
palasari dikenal cukup mengerikan buat di eksplore sendiri, pasalnya di pintu
masuk ada tulisan jalur pendakian semetara ditutup. Selama menyusuri jalan setapak, pandangan saya arahkan jauh kedepan,
tapi kok tidak ada tanda-tanda keliatan tanah lapang. Informasi dari berbagai
sumber di blog, tugu tersebut letaknya di sebuah tanah lapang, yang sekelilingnya
tidak ada pohon sehingga kota bandung terlihat jelas dari situ. Antara yakin
dan tidak yakin untuk kembali, saya coba terus susuri jalan tersebut sampai
akhirnya terlihat ilalang-ilalang. Disitu saya optimis bahwa ini jalan yang
benar. Setelah menusuri hutan sekitar 20 menit akhirnya saya sampai di tugu.
Hanya tugu ya.. hanya tugu dikelilingi pohon tidak ada yang lain. Setidaknya saya
sudah pernah menginjakan kaki di tempat ini.
 |
Tugu Infanteri Oray Tapa |
 |
View di sekitar tugu infanteri |
Tidak ada yang istimewa di tempat
ini, saya putuskan kembali ke warung. Dari warung di Oray Tapa perjalanan saya
lanjutkan menuju Cartil via hutan arcamanik. Meneruskan jejak-jejak perjalanan
dulu yang belum kesampaian ke Hutan Arcamanik. Menurut informasi dari Ibu
warung, jalan menuju cartil akan melewati hutan bambu kemungkinan yang di maksud
Ibu warung adalah hutan arcamanik. I’m so exited… Prediksi saya kemungkinan
kalo saya menyusuri jalan ini saya akan keluar di persimpangan ke arah Puncak
Bintang dan JSPD. Next time kalo saya ke Oray Tapa lagi kemungkinan akan nyoba
jalur offroad yang tembus di Legok Nyenang dan Palintang.
 |
Halodo, tapi masih banyak leutak |
Perjalanan saya lanjutkan menuju
puncak bintang, dari sini jangan harap nemu jalan mulus yang ada jalan full makadam batu dan
tanah. Sesekali sepeda saya tuntun karena beratnya medan. Ketika gowes sendiri
safety yang paling utama, karena kalo ada apa-apa seperti jatuh, gak ada yang
nolong. Jadi harus ekstra hati-hati, gak yakin tuntun aja sepedanya toh gak ada
yang liat.. haha. Walaupun daerah ini sudah lama gak turun hujan namun leutak
cukup banyak pas masuk ke jalan tanah ketika akan memasuki hutan. Gak kebayang
lewat sini pas musim penghujan, pasti bobolokot ku taneuh.
 |
Kawasan hutan bamboo Arcamanik |
Panas terik seketika
hilang pas masuk hutan bamboo. Terlihat papan informasi bahwa saya sudah
memasuki kawasan hutan arcamanik. Jujur sih saya cukup merinding pas masuk
kesini, hawa dinginya beda, padahal tadi di Oray tapa juga hutan. entah kenapa ketika masuk ke hutan bamboo ini agak merinding. Cuman bisa baca bismillah, karena tujuannya cuman lewat dan ambil sedikit
dokumentasi.
 |
Hutan Bamboo Arcamanik |
Gak lama di hutan bamboo ini, perjalanan saya lanjutkan. Dari oray
tapa ke puncak bintang ini jalan relative nanjak. Setelah melewati hutan bamboo
ketemulah persimpangan, untung ada motor lewat saya tanyakan arah cartil mana? Dia
bilang kalo ke cartil ambil jalan turun ke kiri.
 |
Penampakan Gunung Manglayang |
Saya ikuti namun ada yang
aneh, ini tidak seperti yang saya prediksi. Setelah turun malah masuk ke
perkampungan. Jauh memandang ke sebelah kiri, kok sepertinya JSPD ada di
sebrang. Akhirnya saya putuskan untuk kembali naik ke atas persimpangan tadi. Ambil
jalan naik ke lurus, dari sini jalannya single trek, gak yakin sih sebenarnya,
mudah mudahan gak keluar di Batu lonceng haha. Perjalanan saya lanjutkan,
legokan-legokan lumbur banyak saya temukan di jalur ini, sampai akhirnya saya
ketemu sekumpulan orang nekad yang pake motor matic lewat jalan ini.
 |
Matic rasa trail |
 |
Antara salut dan Nekad |
Legokan-legokan
leutak tidak memungkinan motor-motor matic itu untuk jalan, yang mengakibatkan
motor harus di evakuasi diangkat satu-satu. Keren, salut buat kenekatannya.
 |
Jalan ke Puncak Bintang |
 |
Legokannya setinggi sepeda |
Sesuai prediksi bahwa saya keluar
di dermaga bintang sebelah timur atau persimpangan puncak bintang dan JSPD. Sempat terikir untuk lewat JSPD, namun saya skip, saya lanjutkan jalan normal
cartil-padasuka.
Turun dari puncak bintang nengok kanan ada yang menarik
perhatian. Warung baru dengan view pemandangan yang bagus sepertinya dan cukup
ramai, saya putuskan untuk mampir.
 |
Pemberhentian terakhir Warung de Pinus |
Parkir sepeda ambil foto, duduk terus minta daftar menu.
Liat menunya gak ada yang istimewa. Akhirnya saya pesen dawegan dan bakmi. Ini namanya
warung de pinus, mirip seperti warung daweung, namun yang membedakan dari
warung de pinus, selain kota bandung 180 derajat kita bisa melihat gunung palasari dengan jelas
dan gunung manglayang di baliknya. Untuk nongkrong enak banget tempatnya. Untuk makanan,
sepertinya masih belum siap, saya pesen bakmi, ekspektasi seperti mie godog jogja yang
di dapet malah bakmi instan (sejenis bakmi mewah sachet-an haha). Curiga kalo
pesen ramen yang datang Nissin gekigara. Pesen dawegan cuman bisa diminum
airnya aja, kelapanya gak bisa dimakan soalnya lubangnya cuman bisa buat
sedotan duh euy… mudah-mudahan ada perbaikan dari segi makanan, sayang
tempatnya keren padahal. Warung de pinus menjadi tempat persinggahan terakhir
dalam perjalanan gowes syawalan kali ini. Dari sini hanya tinggal meluncur
turun keluar di padasuka. Saya sendiri sampai rumah kurang lebih jam 3. 3 tahun
gowes mengajarkan saya bahwa bandung belum habis untuk di eksplore, artapela
masih jadi PR. Mungkin dalam waktu dekat saya ingin coba eksplore trek Palasari
yang konon ada 9 trek, jadi masih banyak PR nya haha.


